Kemendikbud Kembali Gelar Webinar “Aku, Kamu, Dia, dan Pancasila”
Jakarta, Kemendikbud — Menyusul kesuksesan pada 10 Juni 2020 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) kembali menggelar webinar “Aku, Kamu, Dia, dan Pancasila” dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila 2020. Kali ini topik yang diangkat adalah “Aktualisasi Kenormalan Baru”.
Pada webinar kedua ini, hadir kembali empat narasumber, yaitu Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril, Tokoh Pemerhati Pendidikan Najelaa Shihab, influencer dan alumnus Harvard University Nadhira Nuraini Afifa, dan Guru PPKN berprestasi Tingkat Nasional Eko Wahyu Jamaluddin.
Sebagai pembicara pertama, Iwan Syahril menerangkan bagaimana pengamalan Pancasila dapat dilakukan dalam pembelajaran di masa kebiasaan baru (new normal). Dari beberapa butir pancasila yang disampaikan, Iwan menekankan pada pentingnya gotong-royong di masa kenormalan baru ini. “Jadikan Pancasila contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mendorong kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kegiatan kemanusiaan dan menjadi teladan. Untuk seluruh jenjang SD, SMP, SMA, dan semuanya, mulai dari RT/RW hingga dimana saja,” terang Iwan melalui video konferensi di Jakarta, pada Rabu (17/06/2020).
Iwan menekankan terkait peran pendidik dalam proses pembelajaran pengenalan Pancasila. “Untuk pengajaran karakter, ciptakan ruang aman (safe-space), buka ruang perjumpaan keberagaman ide dan manusia, dan lakukan asesmen yang reflektif.”
Pada kesempatan yang sama, Najelaa Shihab juga menerangkan bahwa pengamalan nilai-nilai Pancasila dan mempelajari sistem pemerintahan dapat dilatih dalam diri siswa melalui kehidupan di sekolah. Budaya sekolah yang mempraktekkan dan melebur dengan nilai-nilai Pancasila ini akan membuat Pancasila terus hidup dan berkesan dalam diri siswa.
Dengan cara ini, lanjut Najelaa siswa dapat belajar melalui mengamati, mempraktikkan, dan merefleksikan sehingga Pancasila tidak lagi akan mudah dilupakan, hanya sekedar hapalan, atau sesuatu yang tidak bermakna bagi siswa. ”Menjelaskan Pancasila tidak perlu menunggu momen seperti di Hari Lahir Pancasila, pendidik dapat menjelaskan langsung kepada murid tanpa menunggu momen. Keragaman (Bhineka Tunggal Ika) harus diapresiasi dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Najelaa.
Najelaa juga menyampaikan pengamalan Pancasila oleh siswa dari Generasi Z/Alpha ditunjukkan dengan banyaknya organisasi dan komunitas yang didirikan oleh mereka dan dapat menjadi bahan ajar. “Generasi Z/Alpha peduli dengan isu-isu yang ada di dunia, mulai dari isu-isu tentang tubuh, hingga pemanasan global. Ada banyak organisasi dan komunitas yang didirikan oleh murid yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengajarkan bahwa hal-hal tersebut dapat selaras dengan nilai-nilai Pancasila,” katanya.
Sementara itu, keberhasilan Nadhira Nuraini Afifa menjadi perbincangan publik Indonesia pada beberapa bulan terakhir ini. Nadhira berhasil menjadi mahasiswa terpilih di T.H. Chan School of Public Health untuk menyampaikan pidato kelulusan. Influencer yang juga lulusan Sarjana Kesehatan ini menyampaikan tentang bagaimana mengaktualisasikan Pancasila di luar negeri.
Menurut Nadhira, ada empat nilai utama Pancasila yang perlu diaktualisasikan selama menempuh pendidikan di luar negeri, yaitu suportif, adaptif, kompetitif, dan kontributif. “Pengalaman menjadi minoritas di Amerika saat belajar di Harvard University. Personal mantra “Lift as you climb”, sama artinya dengan gotong royong. Itulah yang saya lakukan untuk bisa survived di luar negeri. Bertemu dengan komunitas-komunitas orang Indonesia di perguruan tinggi lain di Amerika. Saling menjadi support system untuk satu sama lain. Saling membantu dalam kehidupan sehari-hari,” urainya.
Pada kesempatan yang sama, Guru PPKN di SMA Negeri 3 Seulimeum Aceh Besar Eko Wahyu Jamaluddin membagikan pengalamannya dalam menggunakan aplikasi Konstitusiku untuk menguatkan pengamalan nilai gotong-royong pada siswa melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pembelajaran yang dilakukan Eko ini memiliki beberapa tantangan, yaitu masih adanya siswa yang tidak memiliki fasilitas gawai, sinyal internet yang tidak stabil, dan kurangnya kepedulian orang tua.
“Di masa BDR melalui aplikasi Konstitusiku peserta didik saling membantu dengan meminjamkan gawai. Memunculkan kepekaan sosial peserta didik melalui materi pembelajaran berdasarkan isu-isu/masalah di masa pandemi ini membuat sistem untuk peserta didik agar saling bahu-membahu bergotong royong di dalam pembelajaran,” jelas Eko.
Upaya Eko ini membuahkan hasil yang positif karena kepedulian dan semangat gotong-royong siswa terbukti semakin meningkat dan kedisiplinan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Seperti halnya pada webinar sebelumnya, webinar kali ini cukup menarik banyak peserta. Peserta yang mendaftarkan diri mengikuti webinar kedua ini mencapai 4.000 peserta, melebihi jumlah peserta pada webinar pertama yang berjumlah 1.512 peserta. Mayoritas peserta webinar adalah pendidik dan pelajar yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia maupun dari luar negeri.
Selain menampilkan narasumber-narasumber dengan topik yang menarik, acara ini juga mencoba interaktif dengan peserta melalui penyelenggaraan sesi kuis dan tanya-jawab. Satu orang peserta terpilih yang memenangkan sesi kuis dan satu orang penanya terpilih pada acara ini juga diberi kesempatan untuk ditampilkan diN Zoom untuk menyampaikan aspirasi maupun kesan dan pesan terhadap narasumber yang hadir. (Dina Ayu Mirta)
2 Comments
2ui936
18pxe2